Ada keluarga dan anak istri yang disuapi dari harta haram. Bahagia hidup
bergelimang dunia tanpa keluarga dan anak istrinya sadar disuapi dari rizki
haram. Kelak, banyak sekali masalah di keluarga ini. Salah satunya bisa saja
justru keluarga ini bisa kehilangan sang suami. Atau suami yang kehilangan anak
istri, sebab satu dua kejadian.
Ada orang miskin yang mengambil hak-hak orang dan menempuh jalan judi sebagai
jalan yang bisa mengubah kemiskinannya. Banyak orang miskin yang kemudian
menjadikan tangannya sebagai wasilah meminta-minta. Tidak sedikit orang miskin
yang menjadi mitra tangan-tangan kotor lalu menyambung hidupnya dengan rizki
kotor. Sebab itulah hidup mereka ini tetap miskin dan bertambah miskin.
Kalaupun kemudian mereka-mereka ini kaya, mereka akan tetap miskin. Allah akan
buat hidupnya selalu kurang dan tak terpuaskan. Bahkan tidak sedikit mereka
yang jadi miskin lagi setelah mencicipi kekayaan, dan bertambah lagi dgn satu
predikat: hina. Sudah miskin, hina. Misalnya sebab ketangkep, dipenjara,
menderita satu penyakit, & lain sebagainya.
Sementara itu, kita menemukan banyak juga orang miskin yang bertahan menjaga
perutnya dari barang-barang yang haram. Ia kejar kemiskinannya itu dengan
mempergiat bangun malam dan shalat dhuha. Ia prihatinkan diri dengan berpuasa
sunnah. Dan ia jalankan hidup ini dengan ridha dan ikhlas. Bisa jadi hidupnya
tetap miskin. Tapi Allah hadirkan ketenangan dalam hidupnya, rumah tangganya
langgeng, rizkinya sedikit tapi jadi daging dan enak dimakan. Tidak berubah
jadi penyakit. Petaka jarang sekali hadir di kehidupannya. Dan banyak kemudahan
di tengah-tengah kekurangan; anak sakit, dikasih cepat sehat. Tanpa berobat.
Anak kurang biaya, tapi Allah kirimkan beasiswa dari tangan orang lain. Tak
punya kendaraan, tapi Allah hilangkan keperluan berkendaraan; bersaudara
dekat-dekat, berkantor tinggal jalan kaki, dan lain-lain. Beda dengan sebagian
dari kita, yang punya kendaraan, tapi Allah terbangkan ke sana kemari dengan
kendaraannya itu, yang akhirnya malah bertambah-tambah jauh dari keluarga dan
Allah. Bahkan Allah tambahkan kendaraan dengan kendaraan yang lebih hebat dan
lebih mahal, yang malah menambah jauh dirinya dengan keluarga dan Allah.
Ada yg kepengen punya usaha, lalu mencari modal dari selain Allah. Sementara
ada yg menggiatkan bangun malam & dhuha, serta bersedekah. Ya, saya tidak
sedikit menerima konselingan gagal bayar kredit. Usahanya halal, cara-cara
usahanya benar. Ternyata sayang, di proses kreditnya, ada kebohongan dan suap.
Banyak data dimanipulasi supaya kredit bisa cair, dan tidak jarang melakukan
praktik suap walo sekedar dengan menjanjikan sesuatu bagi officernya. Atau ada
yang prosesnya benar, ikhtiarnya benar, usahanya halal, tapi tetap bangkrut
juga. Selidik punya selidik, shalat wajibnya jadi keteteran, shalat-shalat
sunnahnya malahan jadi hilang. Hubungan dgn orang tua jadi jauh, dengan adik-2
malah tak ada silaturahim, dengan tetangga menjadi tak lagi dekat. Jika
demikian, maka dicabut usahanya oleh Allah adalah jauh lebih baik. Sadari lagi
saja, minta ampun sama Allah, dan ikhtiar lagi yang benar. Insya Allah, Allah
akan berkenan memberi lagi apa yang dicabut-Nya. Ada di antara mereka yang
bertahan tidak mengapa tidak diberi modal lagi untuk pengembangan usaha. Mereka
merasa cukup. Sehingga tidak perlu mereka ini merekayasa laporan keuangan dan
aset. Ternyata kemudian Allah berikan keselamatan buat mereka dan usahanya
berkembang juga dengan izin dan takdir-Nya.
Ada orang yang kepengen kerja. Ia tempuh jalan-jalan kotor. Ia siapkan jalan
pelicin. Dan tidak jarang perbuatannya itu yang melahirkan orang-orang kotor
yang tadinya bersih. Pekerjaan ia dapatkan, namun keberkahan Allah hilangkan.
Punya duit lebih dari tabungan setiap kali kerja, lalu Allah giring dia untuk
membeli kendaraan. Baru sebulan dipake itu kendaraan, sudah mengantarkan maut
untuk keluarganya. Mobil ringsek, keluarga celaka, uang terbuang sia-sia.
Sementara ada yang meminta kepada Allah pekerjaan. Ia bertahan untuk tidak
melakukan pekerjaan-pekerjaan yang membuat Allah murka. Ia minta sama Allah
lewat jalan ibadah. Ada yang belum Allah berikan pekerjaan, namun Allah tetap tanggung
rizkinya dan hidupnya tetap mulia. Ga jadi hina sebab tak ada pekerjaan. Saya
pun tidak sedikit menemukan yang begini ini. Tidak kerja, namun Allah
menyediakan keperluan hidup baginya. Ia tidak menjadi beban buat orang lain,
sebab ia tidak meminta. Banyaklah keanehan dari matematika dan mekanisme hidup
ini.
Dan ada sebagian kawan yang bertanya, apakah selalu begitu ya? Bahwa yang
berbuat baik mesti berkehidupan baik dan yang jahat akan berkehidupan buruk?
Bisa ya bisa engga. Pertama, silahkan kembali ke pembahasan materi
tentang ukuran anugerah dan masalah. Apakah betul rentetan masalah bener-bener
disebut masalah? Bukan anugerah? Dan apakah benar rentetan keberuntungan
disebut anugerah? Bukan justru masalah? Kacatama dan ukurannya pakai kacamata
dan ukuran yang benar. Sekedar menyegarkan ingatan, anugerah itu adalah jika
kita bisa dekat dan ingat sama Allah. Sungguhpun kita berada di situasi-situasi
yang menurut orang, berkehidupan buruk. Orang mukmin akan menimati sekali
kedekatan dengan Allah, meskipun dia ini cacat, miskin, hina dina dalam
pandangan orang, dan serba kekurangan. Orang mukmin tidak akan bahagia bila dia
dipandang bagus, mulia, terpandang, kaya, berkecukupan, namun Allah jauh
darinya. Dan kemudian sebaliknya, disebut masalah itu adalah jika kita hidup
jauh dari Allah dan lupa sama Allah. Ini justru masalah. Maka jika kemudian
kita-kita ini hidup banyak uang, karir pekerjaan dan usaha juga sedang
bagus-2nya, tidak akan ada guna juga jika bener-2 jauh dan lupa sama Allah.
Hanya akan membawa petaka saja. Jika ukuran & kacamatanya sudah benar, maka
seseorang tidak akan salah menilai.
Kedua, bukan karena amal kita, lalu ditentukanlah hidup enak atau tidak
enak. Bukan. Semata karena Kehendak Allah. Tapi orang mukmin akan senantiasa
berhusnudzdzan, bahwa apapun yang ditetapkan Allah, ia akan ridha, ikhlas,
sabar, syukur. Termasuk mereka-mereka yang bertaubat. Dia akan menerima segala
kesusahan, dengan pengalihan kepada ampunan dan kasih sayangnya Allah
(lihat-lihat pembahasan sebelumnya yang berkaitan dengan ini ya).
Kita tidak sendirian. Hidup ini ada
yang punya. Bahkan kalau Yang Punya Hidup ini menginginkan kita menjadi sulit,
ya tidak mengapa juga. Dengan keyakinan bahwa DIA Maha Mengatur dan
Berkehendak, insya Allah kesulitan yang DIA beri, akan Allah ubah sendiri
menjadi kemudahan.
Ya. Di dalam ilmu tauhid, mengenal Allah sebagai pusat segala kendali, memegang
peranan penting untuk membangun ketenangan dan kebahagiaan. Mereka yang
mengenal Allah, akan bersedia diatur, terserah kehendak-Nya. Dan tidak ada yang
mengucapkan “ia bersedia diatur”, kecuali yang benar-benar ikut dan tunduk akan
seruan-Nya. Sebab ga bisa seseorang mengatakan, “Saya mah insya Allah pasrah
Mas”. Tapi kemudian ia tidak bergegas memenuhi panggilan Allah. Tidak pula ia
bisa mengatakan, “Saya mengikuti seruan Allah”, bila kemudian hidupnya tiada
ada ibadah yang serius.
Maka tanda-tanda seseorang itu bertuhan Allah adalah manakala ia
bertakwa; Sekuat mungkin menjalankan perintah-Nya, dan sekuat mungkin
meninggalkan apa yang dilarang-Nya.
Sering saya katakan dalam banyak forum. Keberhasilan seseorang menuju hidup
enak, berhasil menggenggam dunia, dan hidup tanpa masalah, adalah dengan hanya
meniti jalan takwa ini. Dan keberhasilan seseorang keluar dari kesulitannya, sungguh,
apabila ia mampu meniti jalan ini. Barangkali jalan ini sempat ia tinggalkan,
tapi kemudian ia balik lagi. Maka orang-orang seperti ini yang Allah akan
anugerahkan jalan keluar.
“Wa may yattaqillaaha yaj’allahuu makhrajaa. Wayarzuqhuu min haitsu laa
yahtasib. Wa may yatawakkal ‘alallaahi fahuwa hasbuhuu. Innallaah baalighu
amrihii. Qad ja’alallaahu likulli syai-in qadraa. Sesiapa yang bertaqwa kepada
Allah, maka Allah akan jadikan jalan-jalan keluar dari setiap kesulitannya dan
menghadiahkannya dengan rizki yang tiada ia sangka-sangka. Dan barangsiapa yang
memasrahkan dirinya maka Allah akan mencukupkannya. Allah meliputi semua
urusan. Sungguh Allah telah jadikan segala sesuatu itu ada ukurannya”. (Qs. ath
Thalaaq: 2-3).
Sungguh saya menganjurkan seseorang “mengarantina” dirinya, dan menempuh
jalan takwa ini dengan menyegerakan memperbaiki ibadah dan
kesalahan-kesalahannya. Ga usah mikirin solusi. Benahi aja semua-muanya.
Jalan-jalan keluar, niscaya menjadi urusan Allah. Coba para peserta membaca buku
Mencari Tuhan Yang Hilang. Bagaimana saya katakan kepada mereka yang
bermasalah, atau yang menginginkan kualitas hidup yang bagus. Jagain aja hidup
dengan ngebagusin ibadah. Insya Allah hidup akan bagus dengan sendirinya. Dan
sungguhan, banyak orang yang akal pikirannya menolak. Bagaimana mungkin dengan
saya sekedar shalat malam, lalu akan ada jalan keluar, atau terangkat hidup?
Bagaimana mungkin dengan saya bertaubat akan ada jalan keluar? Bagaimana
mungkin kalau saya bergegas shalat akan hidup enak? Di luar sana banyak yang
tidak shalat hidupnya enak, dan sebaliknya yang shalat, pada hutangnya banyak,
jadi pegawai rendahan, susah, miskin, ngerepotin, jadi beban, dan lain
sebagainya. Sama juga dengan protes orang kepada saya, bagaimana dengan sedekah
koq masalah “tiba-tiba” bisa selesai? Ajaib amat? Ga mungkin lah. Ya sudah,
kalo ga mungkin, ya udah. Manusia ini koq heran. Manusia yg bikin masalah, lalu
Allah datang menawarkan bantuan-Nya. Sini, Aku yg akan urus. Kira-2 begitulah
Allah menyeru, eh kita ga percaya. Kan enak tuh seharusnya. Kita-kita yang
bikin masalahnya, Allah yang selesaikan. Baik benar Tuhan kita ini. Dan memang
DIA ini teramat baik. “Teramat baik” itu masih belum cukup untuk menggambarkan
betapa baiknya Allah.