Kilaumu Terlalu Indah Untuk Kumiliki (Part 1)

 

Kilaumu terlalu indah untuk kumiliki (part 1)

Ku tak tahu harus memulai dari mana, hanya benih-benih kata yang terseret bersama mengalirnya nadi darah di otakku, menetes deras meski usang penaku. Terbang dan melayang, sesekali menghilang. Kucari bagai seorang pemulung kecil yang sedang mengais sampah di luar jendela sana, memang sama.. tiada beda aku dengan pemulung kecil itu, saat inipun tanganku asyik mencakar menyatukan kalimat demi kalimat untuk kutuang dalam cangkir semu yang entah akan dibaca atau terbuang, hingga akhirnya terjatuh kembali ke tangan pemulung yang sebenarnya.
Detik-detik terlewati, jarum jam tepat di arah yang seperti biasa tak kutahu pasti menunjukkan pukul berapa. Masih sibuk kujalani permainan orang dewasa yang bernama “kerja”, entah atas nama ibadah atau sekedar mengumpulkan kertas-kertas pengisi dompetku. Kujalani setiap hari tak lebih seperti air yang mengalir dari sungai ke laut. Tapi jangan bilang aku tak berprinsip, meski kutahu bahwa lembaran-lembaran rupiah itu hanya cukup menutupi kebutuhanku sebulan kedepan. Dan setiap saat hatiku selalu mengoceh “jangan dulu berharap menambah saldo, tabung saja impian dan laparmu…”.
Kadang terbersit lamunan bayang masa lalu di mataku, sebuah kisah, sebuah kenangan manis, sebuah kisah yang sering menggelayut, bergoyang dan menari di alam bawah sadarku. Kisah cinta yang kuyakin pernah dialami pula oleh orang-orang sekelilingku. Kisah cinta yang ditulis oleh seorang penyair bahwa kekuatan cinta adalah cinta itu sendiri. Benar kisah cinta itu mampu membuatku terlena, melayangkan raga kecil ini di atas awan sana, dan membuat setiap centimeter syarafku terpenuhi harum bunga sakura dari negeri tetangga sana. Namun Kisah cinta itu juga yang pernah menyayat dan mencabik-cabik hati ini tanpa ampun. Kisah cinta yang mampu membuatku terjatuh, terjerembab dalam kubangan kotor, dan merayap dalam lumpur di sebuah tempat gelap yang entah apa namanya. Kisah cinta yang berakhir dengan kematian cinta itu sendiri. Dan mungkin pula kisah cinta itu yang saat ini membantu kaki dan punggungku lebih tegap berdiri menatap hidup meski harus kututup rapat-rapat untuk semua pesona bumi bernama : “ W A N I T A “
Memang beberapa kali aku gagal merajut kasih, sebagaimana berulang kali gagal dalam melalui rintangan hidup. Terlalu berat dipikul dan terlalu sulit dirangkai. Batu demi batu harus kuhancurkan, sementara tanganku semakin lemah, kisah demi kisah harus kujalani meski hati ini semakin rapuh, duka demi duka harus kualami meski air mata semakin kering. Hanya sebuah keyakinan bahwa ada arti di balik semuanya membuatku tetap berdoa : “Ya Tuhan, jangan ringankan bebanku, kaki dan pundakku saja kuatkan…”

Jakarta,... tempat pelabuhanku yang keberapa tak kuingat lagi. Hari-hari mencari arti firman itu belum usai hingga saat kurangkai tulisan ini, masih kuberharap diberi keteguhan sebagaimana telah diberikan kepada Gautama untuk tetap teguh mencari arti di bawah pohon Bodhi. Masih kuberharap diberi kekuatan sebagaimana telah diberikan kepada seorang lelaki kurus memikul salib menuju Golgota, masih kuberharap diberi kesabaran sebagaimana telah diberikan kepada Ismail putra Ibrahim untuk disembelih dikorbankan. Kuberharap dibukakan pintu arti sebagaimana telah dibukakan ketujuh pintu surga kepada sang nabi akhir yang tiada pengganti lagi sesudahnya, dan akhirnya kuberharap logika dan hatiku disadarkan seperti telah disadarkannya Hawa dan Adam bahwa mereka telanjang setelah memakan apel surga di Taman Eden.


Kilaumu Terlalu Indah Untuk Kumiliki (Part 1) 4.5 5 inoa group Kilaumu terlalu indah untuk kumiliki (part 1) Ku tak tahu harus memulai dari mana, hanya benih-benih kata yang terseret bersama men...


No comments:

Post a Comment

Back to top