Cinta
Menumbuhkan Ketaatan
Taat kepada Rasulullh SAW, merupakan
salah satu kewajiban seorang muslim. Taat yang totalitas tehadap apa saja yang
diajarkan oleh Nabi. Hal ini telah dinyatakan Allah dalam firman-Nya, yang
artinya:”Apa yang dibawa oleh Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang
dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.
Allah SWT, menginformasikan
kepada hamba-hamba-Nya bahwa orang yang diperintahkan untuk diikuti adalah
manusia yang mempunyai akhlak mulia. Orang yang terjaga dari kesalahan dan
merupakan perwujudan murni dari ajaran-ajaran Islam. Sehingga siapapun ia, jika
perilakunya tidak mencerminkan nilai-nilai akhlak yang ditanamkan oleh Nabi, ia
anggap tidak taat kepadanya, berarti sama saja ia tidak taat kepada Allah SWT.
Dalam surat al-ahzab, ayat
21 , Allah SWT, berfirman:yang artinya : ”Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah
itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat)
Allah dan (Kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. ”Karena itu
Allah memujinya, ”Dan sesungguhnya kamu
benar-benar berbudi pekerti yang agung”.
Iman Ahmad menuturkan : Ada
seseorang dari Suwad mengatakan, ”Aku bertanya kepada A’isyah semoga Allah
meridhahinya, beritahukanlah kepadaku wahai Ummul Mukmin tentang akhlak
Rasulullah, ”Lalu dia menjawab, ”Tidakkah kamu membaca al-Qur’an yang artinya ”Dan
sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.
Seseorang tadi bertanya
kembali, “Ceritakanlah kepada kami tentang keagungan akhlaknya itu,“ Lalu
A’isyah bercerita ”Pada suatu hari aku
pernah membuatkan makanan untuknya, ternyata Hafshah salah satu istri Nabi juga
membuatkan makanan untuknya, Lalu aku berkata
pada budakku ”Pergilah, jika Hafshah datang membawa makanan sebelum
makananku, maka lemparkanlah makanan itu. Maka Hafshah pun datang dengan
membawa makanan dan budak itu pun melemparkannya makanan tadi, sehingga
piringnya jatuh dan pecah. Rasulullah SAW, saat itu sudah kenyang, lalu beliau
mengumpulkannya dan mengatakan, mintalah pengganti itu kepada Bani Aswad dengan
piring lain. A’isyah berkata :”Rasulullah sedikitpun tidak mengomentari tentang
hal itu. ”
Arti perkataan A’isyah bahwa
al-Qur’an adalah akhlak Rasulullah, beliau telah menjadikan perintah dan
larangan al-Qur’an adalah akhlak Rasulullah, beliau telah menjadikan perintah
dan larangan al-Qur’an sebagai tabiat, akhlak
dan wataknya. Setiap kali al-Qur’an memerintahkan sesuatu maka beliau pasti
mengamalkannya. Dan, kapan saja al-Qur’an melarang sesuatu maka pasti beliau
pun meninggalkannya. Di samping itu, Allah telah memerinya akhlak-akhlak yang
agung, seperti, rasa malu yang amat
tinggi, murah hati, pemberani, suka memaafkan, lemah lembut dan semua
akhlak-akhlak cantik lainnya. Sebagaimana yang telah ditegaskan dalam hadits
Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik, ”Aku telah menjadi pembantu Rasulullah
SAW, selama sepuluh tahun, namun beliau tidak pernah mengatakan, ”Cis” walaupun
satu kali. Dan tidak mengomentari perbuatan ku dengan mengatakan, mengapa kamu
lakukan itu? Dan juga tidak mengomentari apa yang belum aku kerjakan ”mengapa
kamu belum mengerjakan juga?”.
Beliau adalah manusia yang
paling baik akhlaknya. Beliau tidak
memakai pakaian dari sutra. Tidak ada sesuatu pun yang lebih lembut dari pada
telapak tangan Rasulullah SAW. Dan, aku belum pernah mencium wangi-wangian yang
lebih wangi dari pada keringat Rasulullah. ”
Masih driwayatkan oleh Imam
Ahmad, A’isyah mengatakan : Rasulullah tidak pernah memukul pembantunya dengan
tangannya sekalipun. Dan beliau tidak pernah memukul istrinya dan apapun dengan
tangannya, kecuali jika terjadi jihad dijalan Allah. Tidaklah beliau diberi
pilihan melainkan beliau memilih yang paling mudah dan disukai, termasuk
pilihan dosa. Beliau tidak pernah menghukum untuk kepentingan dirinya karena
sesuatu yang dilakukan kecuali bila dilanggar iru adalah kehormatan-kehormatan
Allah, maka beliau akan menghukum karena Allah SWT.
Betapa mulia dan agungnya
akhlak Rasulullah. Itu hanyalah sekedar contoh, agar kita semakin yakin bahwa
orang yang mempunyai akhlak mulia dan terjaga dari kesalahan. Pantaslah jika
Allah memujinya dan mewajibkan kepada kita untuk meneladani dan taat kepadanya.
Cinta
menumbuhkan penghormatan
Wajib bagi setiap muslim
untuk memuliakan dan menghormati Rasulullah SAW, sesuai kedudukannya, dengan
catatan tidak mengangkatnya hingga samapi derajat ketuhanan.
Mengagungkan beliau adalah
mengagungkan segala sesuatu yang terkait dengan beliau, seperti nama beliau, hadits,
sunnah, syariat, keluarga dan juga para sahabat beliau.
Termasuk memuliakan Nabi SAW,
adalah tidak lancang terhadap beliau dan
tidak megeraskan suara dihadapan beliau. Allah SWT berfirman, yang artinya “hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya
Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi, janganlah kamu berkata padanya
dengan suara keras bagaimana kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap sebagian
yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu sedangkan kamu tidak menyadari.
” (QS al-Hujurat:1-2).
Pada ayat di atas Allah SWT,
melarang kita mengeraskan suara dihadapan Nabi SAW, bahkan terus merendahkan
suara dalam berbicara dengan penuh adab, lembut, hormat, dan penganggungan. Orang
yang tidak memperhatikan terhadap hal ini dikhawatirkan amalnya akan gugur
tanpa dia sadari. Ini dikarenakan Nabi SAW, adalh lain dari pada yang lain
seperti Lazimnya manusia.